SUMMARY
By: Group
Two / Class D
Crew:
Muammar Jumran
Muhammad Rifqi
Wirya Surachmat
Ahmed Sardi
|
Aprilia Angraeni
Muthiah
|
CHAPTER 8
GAYA-GAYA BELAJAR
Persamaan antara
teori gaya belajar Herrmann (1995) dan Klob dalam buku Ellis (1997)
mengemukakan bahwa semua teori itu berhubungan dengan teori dari pengetahuan
ganda. Sang fasilitator harus memahami bahwa pelajar punya gaya tersendiri
dalam belajar yang terkadang berbeda dengan apa yang akan diberikan fasilitator
itu sendiri. Untuk menghasilkan pembelajaran yang efektif, pengajar atau
fasilitator mesti mengklasifikasikan dan mengelompokan pelajar-pelajar
berdasarkan gaya belajar mereka sendiri. Di sisi lain, fasilitator tidak mesti
menuruti semua kemauan dan gaya belajar pelajar dalam zona nyaman mereka.
Selain itu, fasilitator harus menantang pelajar untuk mempelajari banyak hal
diluar dari zona nyaman belajar mereka. Contohnya saja, pelajar seni sesekali
ditantang untuk melakukan riset di lingkungan luar seperti yang dilakukan
pelajar di kelas sains seperti biologi atau fisika. Sehingga, mereka mendapatka
nuansa baru dalam gaya belajar dan interaksi mereka.
Berkaitan
dengan gaya belajar siswa dapat dikorelasikan dengan inteligensi yang dimiliki.
Dalam hal ini dikenal dengan multi atau inteligensi ganda yang terdiri dari:
a.
Kecerdasan antar pribadi, yang berguna untuk
berhubungan dan berintreaksi dengan orang lain.
b.
Kecerdasan dalam diri/pribadi, berfungsi untuk
mengendalikan daya tanggap, penafsiran, dan produksi terhadap hubungan
individual (dengan atau berkaitan dengan diri).
c.
Kecerdasan musical, bergerak dalam menerima,
menghargai, dan menghasilkan music.
d.
Kecerdasan ruang, tanggapan atau tafsiran terhadap
model ruang dunia dan juga gerakan serta penerapan model tersebut.
e.
Kecerdasan gerak jasmaniah, kemampuan untuk
mengatur pergerakan tubuh untuk mengatasi masalah atau menciptakan sebuah
produk menggunakan seluruh bagian tubuh.
f.
Kecerdasan alamiah, membutuhkan semua aktifitas
yang berkaitan dengan interaksi positif dengan alam.
Di samping itu,
Kolb (1984) mengidentifikasi empat gaya belajar anak yang dapat digambarkan
sebagai berikut:
1.
Akomodator/Pengoleksi, tipe pelajar yang satu
ini dikenal dengan pelajar yang antusias atau bersemangat. Dalam menyelesaikan
masalah, tipe pelajar ini lebih mengandalkan informasi dari orang lain
ketimbang analisis dari dirinya sendiri karena mengkombinasikan pengalaman
konkret dan eksperimen aktif.
2.
Diverger/Pembeda, pelajar ini lebih akrab
dikenal dengan pelajar imaginatif yang memadukan pengalaman konkretnya dengan
observasi reflektif. Pendekatan yang digunakan terhadap situasi yang dihadapi
adalah lebih ke pengamatan atau observasi daripada bertindak langsung.
3.
Asimilator/Pencerna, tipe ini disapa dengan tipe
pelajar logis. Tahap pembelajarannya dengan menngkombinasikan konseptualisasi
abstrak dan pengamatan reflektif. Pelajar ini menangkap informasi dengan skala
besar kemudian mengubahnya lebih logis, singkat, dan kurang focus pada orang di
sekitarnya dan lebih dominan pad aide yang abstrak dan konsep-konsep yang ada.
Mereka lebih mengutamakan nilai logis teorinya ketimbang nilai praktis sehingga
mereka lebih cocok dalam pemerolehan informasi yang akurat dan karir ilmiah.
4.
Converger/Penemu, tipe ini lebih sering disebut
pelajar praktis yang memadukan model belajar Kolb yakni konseptualisasi abstrak
dan eksperimen aktif. Pelajar ini sangat baik dalam menyelesaikan latihan atau
praktek berdasarkan ide dan teori yang sebelumnya. Mereka memiliki kemampuan
untuk mengatasi masalah dan membuat keputusan berbasis solusi terhadap
pertanyaan atau problema yang ada atau kasustik. Kemampuan belajar seperti ini
sangat efektif dalam karir teknologi atau spesialis.
Berdasarkan pemaparan
diatas, untuk memeroleh pembelajaran yang efektif mestilah pelajar fleksibel
dalam gaya belajar yang mereka senangi dan kemampuan penyelesaian masalah.
Tergantung pada dasar tugas pembelajaran, mereka harus mampu beradaptasi
terhadap gaya belajarnya untuk menghasilkan pembelajaran yang lebih efektif.
Maka dari itu, Kolb dalam model lingkaran pembelajarannya menyebutkan perasaan, pengamatan, berfikir, dan
pelaksanaan berada dalam tipe gaya belajar pelajar sebagai tahap dalam proses
pembelajaran mereka. Inilah tipe-tipe peljar yang diklasifikasikan berdasarkan
gaya belajar mereka yang diperkenalkan oleh Herrmann dan Kolb.
CHAPTER 9
PARA KELUARGA
Pengertian dari konsep keluarga
sangatlah meluas. Para ahli mendefenisikan keluarga berbeda-beda berdasarkan
budaya mereka dan waktu dimana mereka bertahan hidup. Dalam konteks
Negara-negara barat, keluarga adalah sebuah kelompok social yang dibentuk
secara resmi dan terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Sensus Amerika oleh Lasswell
dan Lasswell (1991) mendefenisikan keluaraga sebagai kelompok dari dua orang
atau lebih/ salah seorang darinya sebagai kepala keluarga yang berhubungan
karena kelahiran, pernikahan atau adopsi, dan hidup bersama-sama. Orang-orang
dalam hal ini termasuk anggota kecil lainnya dikatakan sebagai anggota dari
sebuah keluarga.
Rumah adalah sekolah pertama bagi
anak, dan orang tua adalah guru-guru pertama bagi anak. Komunikasi dan
interaksi yang terbangun karena faktor antara gen dan lingkungan merupakan alat
yang membentuk kapasitas intelektual anak. Orang tua menjalankan peran yang
berpengaruh dalam tahap ini. Mereka adalah orang dewasa pertama yang diteladani
dan dikenal oleh anak. Demikianlah peran orang tua terhadap anak.
Berikut adalah beberapa faktor
yang diberikan keluarga terhadap pembelajaran seorang anak.
1.
Status social-ekonomi, menurut Berk (1997)
kondisi pendapatan keluarga baik itu besar ataupun kecil akan berdampak pada
karakter eksternal dan karakter internal anak. Status social dan ekonomi
keluarga yang rendah mendorong nampaknya karakter eksternal anak seperti
ketaatannya, kerapian, dan kebersihannya. Sebaliknya, kondisi keluarga dengan
pendapatan yang lebih tinggi akan menampilkan nilai karakter internal seorang
anak seperti keingintahuan, kebahagiaan dan pengendalian dirinya. Variasi ini
menimbulkan arah pendidikan yang berbeda dalam pertumbuhan anak.
2.
Interaksi orang tua-anak, kurangnya komunikasi
dan interaksi orang tua dapat menghalangi perkembangan anak. Sebaliknya,
hubungan yang positif, stabil, responsive dan mendukung dengan orang tua mampu
membentuk ketabahan dan ketangkasan anak-anak terhadap pengaruh lingkungan yang
buruk dan kasar. Dalam studi Matheny, Wilson, dan Thoben (1987)
mengimplikasikan bahwa orang tua yang sedikit terlibat dalam keseharian
anak-anaknya seperti dalam kurang komunikasi, kurang perhatian dan pengawasan,
kurang member semangat dan motivasi termasuk dalam kebutuhan di rumah dan
sekolah akan menyebabkan kesulitan besar akademis anak-anak.
3.
Lingkungan fisik, dengan eksistensi media massa
seperti buku, majalah, pasokan pembelajaran dan aspek lainnya yang berkaitan
dengan lingkungan fisik belajar anak mempengaruhi keberhasilan mereka di
sekolah. Analoginya adalah ketika seorang anak tumbuh dengan keluarga yang
mempunyai materi bacaan dan tulisan yang melimpah dan orang tua menggunakannya
sebagai media untuk membantunya berkembang maka hal itu akan membantu
perkembangan keseimbangan gairah membaca dan menulisnya.
4.
Identifikasi dan modeling, orang tua sebagai
modeler dan pemberi contoh harus mampu memberikan kesan yang baik pada sang
anak. Dalam hal ini praktisnya, orang tua mengembangkan proses identifikasi dan
modeling ini dengan pembawaan social seperti kebaikan, kejujuran, sifat
dermawan, pantang menyontek dan bohong, ketaatan pada peraturan dan
memperhatikan hak dan kesejahteraan terhadap orang lain.
5.
Imitasi, menurut Lasswell dan Lasswell (1991)
anak-anak gemar meniru orang tua, teman sebaya, dan orang yang lebih tua
darinya dalam pergaulannya setiap hari. Mereka mengamati lebih seksama tanpa disadari
oleh orang-orang dewasa di sekitarnya. Semua hal ini akan berdampak pada
perilaku anak apalagi jika setiap kegiatannya dibalas dengan pujian atau bahkan
diberi hukuman jika melanggar sesuatu yang telah disepakati dengan orang tua.
6.
Peran Gender, seringkali anak cenderung meniru
sesuatu yang memiliki kemiripan dengan kepribadiannya pada umumnya. Dan hal
tersebut ditemukan melalui kemiripan dan persamaan dari jenis kelamin mereka.
Sederhananya, anak laki-laki condong meniru ayahnya dan anak perempuan meniru
ibunya. Pembelajaran orang tuanya lebih dekat dengan pembentukan sisi maskulin
dan feminism bawaan sang anak.
7.
Latihan sebenarnya, dengan melalui pendekatan
pengajaran dan kedisiplinan adalah cara orang tua untuk menanamkan hasrat sikap
dan perilaku pada anak. Hal ini dikarenakan, pemberian hadiah atau pujian dan
hukuman tidak selamanya menanamkan sikap mental yang diinginkan orang tua,
terkadang hal ini perlu ditindaki dan diajarkan langsung terhadap anak-anak.
8.
Keluarga HIV/AIDS, kasus ini adalah yang terbesar
dan berpengaruh dalam perkembangan anak baik mental Maupin psikisnya. Anak yang
rentan ini mulai tumbuh berkembang sebelum kematian orang tua. Mereka akan
merasakan kurang bahkan kehilangan kasih sayang, perhatian, pelayanan, dan
perlindungan dari orang yang dianggap perlu memberikan semua material itu
padanya. Tentu jelas, kondisi psikologi yang menyedihkan ini mempengaruhi
proses pertumbuhan, perkembangan, interaksi, dan komunikasi anak maupun
keluarga.
Ketika mulai berkeluarga, kita
punya harapan tinggi pada anak yang belum lahir. Kita tidak selalu berfikiran
akan kemungkinan pada anak yang berkebutuhan khusus. Semua anak-anak termasuk
anak yang berkebutuhan khusus mempunyai potensi atau kemampuan yang harus
dieksplorasi dan dipelihara. Sebagai generasi pelanjut, orang tua harus
mengumpulkan mereka dan membantunya untuk mencari tahu dan memperkuat kemampuan
yang mereka miliki.
Untuk membantu anak dalam
bereksplorasi dan mengembangkan potensi yang dibawanya maka perlu diperhadapkan
dengan berbagai kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh keluarga
pada anak-anak adalah kebutuhan emosional, social, financial, sehari-hari, dan
pendidikan. Semua kebutuhan tersebut akan menyokong dan mempengaruhi kondisi
psikologi anak tergantung dari seberapa besar kesanggupan orang tua memenuhinya
begitu pula pengaruh yang timbul dari supplai yang diberikan itu.
Selanjutnya LcMaters and DeFrain
memperkenalkan model pengasuhan orang tua terhadap anak-anaknya. Model-model
itu adalah Martyr model (orang tua dengan pengorbanan besar), Buddy atau pal
model (Persahabatan dengan anak), Police atau drill sergeant model (pemberian
aturan yang ketat), Teacher-counsellor model (Pemberian didikan dan nasihat),
dan Athletic coach model (pemberian pengawasan selayaknya pelatih). Inilah
semua model-model orang tua dalam mengasuh dan membesarkan anak mereka yang
barang tentu berdampak pada gaya hidup dan interaksi anak. Yang perlu digaris
bawahi bahwa anak-anak adalah pencontoh yang baik terhadap orang tua. Oleh
karena itu, orang tua harus memperlihatkan cara dan tingkah laku yang pantas
agar sang anak dapat meneladani yang positif. Selain itu, perhatian keluarga
terhadap anak memerlukan peranan atau partisipasi, bimbingan, dan kerjasama
oleh semua komponen keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar