Senin, 27 Oktober 2014

SUMMARY
By: Group Two / Class D
Crew:
Muammar Jumran
Muhammad Rifqi
Wirya Surachmat
Ahmed Sardi
Aprilia Angraeni
Muthiah

 


CHAPTER 8
GAYA-GAYA BELAJAR

Persamaan antara teori gaya belajar Herrmann (1995) dan Klob dalam buku Ellis (1997) mengemukakan bahwa semua teori itu berhubungan dengan teori dari pengetahuan ganda. Sang fasilitator harus memahami bahwa pelajar punya gaya tersendiri dalam belajar yang terkadang berbeda dengan apa yang akan diberikan fasilitator itu sendiri. Untuk menghasilkan pembelajaran yang efektif, pengajar atau fasilitator mesti mengklasifikasikan dan mengelompokan pelajar-pelajar berdasarkan gaya belajar mereka sendiri. Di sisi lain, fasilitator tidak mesti menuruti semua kemauan dan gaya belajar pelajar dalam zona nyaman mereka. Selain itu, fasilitator harus menantang pelajar untuk mempelajari banyak hal diluar dari zona nyaman belajar mereka. Contohnya saja, pelajar seni sesekali ditantang untuk melakukan riset di lingkungan luar seperti yang dilakukan pelajar di kelas sains seperti biologi atau fisika. Sehingga, mereka mendapatka nuansa baru dalam gaya belajar dan interaksi mereka.
Berkaitan dengan gaya belajar siswa dapat dikorelasikan dengan inteligensi yang dimiliki. Dalam hal ini dikenal dengan multi atau inteligensi ganda yang terdiri dari:
a.       Kecerdasan antar pribadi, yang berguna untuk berhubungan dan berintreaksi dengan orang lain.
b.      Kecerdasan dalam diri/pribadi, berfungsi untuk mengendalikan daya tanggap, penafsiran, dan produksi terhadap hubungan individual (dengan atau berkaitan dengan diri).
c.       Kecerdasan musical, bergerak dalam menerima, menghargai, dan menghasilkan music.
d.      Kecerdasan ruang, tanggapan atau tafsiran terhadap model ruang dunia dan juga gerakan serta penerapan model tersebut.
e.       Kecerdasan gerak jasmaniah, kemampuan untuk mengatur pergerakan tubuh untuk mengatasi masalah atau menciptakan sebuah produk menggunakan seluruh bagian tubuh.
f.       Kecerdasan alamiah, membutuhkan semua aktifitas yang berkaitan dengan interaksi positif dengan alam.
Di samping itu, Kolb (1984) mengidentifikasi empat gaya belajar anak yang dapat digambarkan sebagai berikut:
1.      Akomodator/Pengoleksi, tipe pelajar yang satu ini dikenal dengan pelajar yang antusias atau bersemangat. Dalam menyelesaikan masalah, tipe pelajar ini lebih mengandalkan informasi dari orang lain ketimbang analisis dari dirinya sendiri karena mengkombinasikan pengalaman konkret dan eksperimen aktif.
2.      Diverger/Pembeda, pelajar ini lebih akrab dikenal dengan pelajar imaginatif yang memadukan pengalaman konkretnya dengan observasi reflektif. Pendekatan yang digunakan terhadap situasi yang dihadapi adalah lebih ke pengamatan atau observasi daripada bertindak langsung.
3.      Asimilator/Pencerna, tipe ini disapa dengan tipe pelajar logis. Tahap pembelajarannya dengan menngkombinasikan konseptualisasi abstrak dan pengamatan reflektif. Pelajar ini menangkap informasi dengan skala besar kemudian mengubahnya lebih logis, singkat, dan kurang focus pada orang di sekitarnya dan lebih dominan pad aide yang abstrak dan konsep-konsep yang ada. Mereka lebih mengutamakan nilai logis teorinya ketimbang nilai praktis sehingga mereka lebih cocok dalam pemerolehan informasi yang akurat dan karir ilmiah.
4.      Converger/Penemu, tipe ini lebih sering disebut pelajar praktis yang memadukan model belajar Kolb yakni konseptualisasi abstrak dan eksperimen aktif. Pelajar ini sangat baik dalam menyelesaikan latihan atau praktek berdasarkan ide dan teori yang sebelumnya. Mereka memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah dan membuat keputusan berbasis solusi terhadap pertanyaan atau problema yang ada atau kasustik. Kemampuan belajar seperti ini sangat efektif dalam karir teknologi atau spesialis.
Berdasarkan pemaparan diatas, untuk memeroleh pembelajaran yang efektif mestilah pelajar fleksibel dalam gaya belajar yang mereka senangi dan kemampuan penyelesaian masalah. Tergantung pada dasar tugas pembelajaran, mereka harus mampu beradaptasi terhadap gaya belajarnya untuk menghasilkan pembelajaran yang lebih efektif. Maka dari itu, Kolb dalam model lingkaran pembelajarannya menyebutkan  perasaan, pengamatan, berfikir, dan pelaksanaan berada dalam tipe gaya belajar pelajar sebagai tahap dalam proses pembelajaran mereka. Inilah tipe-tipe peljar yang diklasifikasikan berdasarkan gaya belajar mereka yang diperkenalkan oleh Herrmann dan Kolb.





CHAPTER 9
PARA KELUARGA

Pengertian dari konsep keluarga sangatlah meluas. Para ahli mendefenisikan keluarga berbeda-beda berdasarkan budaya mereka dan waktu dimana mereka bertahan hidup. Dalam konteks Negara-negara barat, keluarga adalah sebuah kelompok social yang dibentuk secara resmi dan terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Sensus Amerika oleh Lasswell dan Lasswell (1991) mendefenisikan keluaraga sebagai kelompok dari dua orang atau lebih/ salah seorang darinya sebagai kepala keluarga yang berhubungan karena kelahiran, pernikahan atau adopsi, dan hidup bersama-sama. Orang-orang dalam hal ini termasuk anggota kecil lainnya dikatakan sebagai anggota dari sebuah keluarga.
Rumah adalah sekolah pertama bagi anak, dan orang tua adalah guru-guru pertama bagi anak. Komunikasi dan interaksi yang terbangun karena faktor antara gen dan lingkungan merupakan alat yang membentuk kapasitas intelektual anak. Orang tua menjalankan peran yang berpengaruh dalam tahap ini. Mereka adalah orang dewasa pertama yang diteladani dan dikenal oleh anak. Demikianlah peran orang tua terhadap anak.
Berikut adalah beberapa faktor yang diberikan keluarga terhadap pembelajaran seorang anak.
1.      Status social-ekonomi, menurut Berk (1997) kondisi pendapatan keluarga baik itu besar ataupun kecil akan berdampak pada karakter eksternal dan karakter internal anak. Status social dan ekonomi keluarga yang rendah mendorong nampaknya karakter eksternal anak seperti ketaatannya, kerapian, dan kebersihannya. Sebaliknya, kondisi keluarga dengan pendapatan yang lebih tinggi akan menampilkan nilai karakter internal seorang anak seperti keingintahuan, kebahagiaan dan pengendalian dirinya. Variasi ini menimbulkan arah pendidikan yang berbeda dalam pertumbuhan anak.
2.      Interaksi orang tua-anak, kurangnya komunikasi dan interaksi orang tua dapat menghalangi perkembangan anak. Sebaliknya, hubungan yang positif, stabil, responsive dan mendukung dengan orang tua mampu membentuk ketabahan dan ketangkasan anak-anak terhadap pengaruh lingkungan yang buruk dan kasar. Dalam studi Matheny, Wilson, dan Thoben (1987) mengimplikasikan bahwa orang tua yang sedikit terlibat dalam keseharian anak-anaknya seperti dalam kurang komunikasi, kurang perhatian dan pengawasan, kurang member semangat dan motivasi termasuk dalam kebutuhan di rumah dan sekolah akan menyebabkan kesulitan besar akademis anak-anak.
3.      Lingkungan fisik, dengan eksistensi media massa seperti buku, majalah, pasokan pembelajaran dan aspek lainnya yang berkaitan dengan lingkungan fisik belajar anak mempengaruhi keberhasilan mereka di sekolah. Analoginya adalah ketika seorang anak tumbuh dengan keluarga yang mempunyai materi bacaan dan tulisan yang melimpah dan orang tua menggunakannya sebagai media untuk membantunya berkembang maka hal itu akan membantu perkembangan keseimbangan gairah membaca dan menulisnya.
4.      Identifikasi dan modeling, orang tua sebagai modeler dan pemberi contoh harus mampu memberikan kesan yang baik pada sang anak. Dalam hal ini praktisnya, orang tua mengembangkan proses identifikasi dan modeling ini dengan pembawaan social seperti kebaikan, kejujuran, sifat dermawan, pantang menyontek dan bohong, ketaatan pada peraturan dan memperhatikan hak dan kesejahteraan terhadap orang lain.
5.      Imitasi, menurut Lasswell dan Lasswell (1991) anak-anak gemar meniru orang tua, teman sebaya, dan orang yang lebih tua darinya dalam pergaulannya setiap hari. Mereka mengamati lebih seksama tanpa disadari oleh orang-orang dewasa di sekitarnya. Semua hal ini akan berdampak pada perilaku anak apalagi jika setiap kegiatannya dibalas dengan pujian atau bahkan diberi hukuman jika melanggar sesuatu yang telah disepakati dengan orang tua.
6.      Peran Gender, seringkali anak cenderung meniru sesuatu yang memiliki kemiripan dengan kepribadiannya pada umumnya. Dan hal tersebut ditemukan melalui kemiripan dan persamaan dari jenis kelamin mereka. Sederhananya, anak laki-laki condong meniru ayahnya dan anak perempuan meniru ibunya. Pembelajaran orang tuanya lebih dekat dengan pembentukan sisi maskulin dan feminism bawaan sang anak.
7.      Latihan sebenarnya, dengan melalui pendekatan pengajaran dan kedisiplinan adalah cara orang tua untuk menanamkan hasrat sikap dan perilaku pada anak. Hal ini dikarenakan, pemberian hadiah atau pujian dan hukuman tidak selamanya menanamkan sikap mental yang diinginkan orang tua, terkadang hal ini perlu ditindaki dan diajarkan langsung terhadap anak-anak.
8.      Keluarga HIV/AIDS, kasus ini adalah yang terbesar dan berpengaruh dalam perkembangan anak baik mental Maupin psikisnya. Anak yang rentan ini mulai tumbuh berkembang sebelum kematian orang tua. Mereka akan merasakan kurang bahkan kehilangan kasih sayang, perhatian, pelayanan, dan perlindungan dari orang yang dianggap perlu memberikan semua material itu padanya. Tentu jelas, kondisi psikologi yang menyedihkan ini mempengaruhi proses pertumbuhan, perkembangan, interaksi, dan komunikasi anak maupun keluarga.

Ketika mulai berkeluarga, kita punya harapan tinggi pada anak yang belum lahir. Kita tidak selalu berfikiran akan kemungkinan pada anak yang berkebutuhan khusus. Semua anak-anak termasuk anak yang berkebutuhan khusus mempunyai potensi atau kemampuan yang harus dieksplorasi dan dipelihara. Sebagai generasi pelanjut, orang tua harus mengumpulkan mereka dan membantunya untuk mencari tahu dan memperkuat kemampuan yang mereka miliki.
Untuk membantu anak dalam bereksplorasi dan mengembangkan potensi yang dibawanya maka perlu diperhadapkan dengan berbagai kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh keluarga pada anak-anak adalah kebutuhan emosional, social, financial, sehari-hari, dan pendidikan. Semua kebutuhan tersebut akan menyokong dan mempengaruhi kondisi psikologi anak tergantung dari seberapa besar kesanggupan orang tua memenuhinya begitu pula pengaruh yang timbul dari supplai yang diberikan itu.

Selanjutnya LcMaters and DeFrain memperkenalkan model pengasuhan orang tua terhadap anak-anaknya. Model-model itu adalah Martyr model (orang tua dengan pengorbanan besar), Buddy atau pal model (Persahabatan dengan anak), Police atau drill sergeant model (pemberian aturan yang ketat), Teacher-counsellor model (Pemberian didikan dan nasihat), dan Athletic coach model (pemberian pengawasan selayaknya pelatih). Inilah semua model-model orang tua dalam mengasuh dan membesarkan anak mereka yang barang tentu berdampak pada gaya hidup dan interaksi anak. Yang perlu digaris bawahi bahwa anak-anak adalah pencontoh yang baik terhadap orang tua. Oleh karena itu, orang tua harus memperlihatkan cara dan tingkah laku yang pantas agar sang anak dapat meneladani yang positif. Selain itu, perhatian keluarga terhadap anak memerlukan peranan atau partisipasi, bimbingan, dan kerjasama oleh semua komponen keluarga.

Sabtu, 17 Maret 2012

oral approach and situational language teaching


v The Oral Approach and Situational Language Teaching
Palmer, Hornby, and other British applied linguist from the 1920s onward developed an approach to methodology that involved systematic principles of selection ( the procedures by which lexical and grammatical contentwas chosen), gradation ( principles by which the organization and sequencing of content were determined), and presentation ( techniques used for presentation and practice of items in a course ). Although all of Palmer, Hornby, and other english are english specialist and had different views on the specific procedures in teaching english, their general principles were reffered to as the Oral Approach to language learning. The oral approach was the accpeted British approach to english language teaching by 1950s.
An oral approach should not be confused with the obsolete Direct Method, which meant only that the learner was bewildered by a flow of ungraded speech, suffering all difficulties he would have encountered in picking up the language in its normal environment and losing most of the compensating benefits of better contextualization in those circumtances. (Pattison 1964:4).
One of the most active proponents of the oral approach was the Australian George Pittman. Pittman and his colleagues were responsible for developing an influential set of teaching material based on situational approach. These were published for worlwide use in 1965 as the series Situational English. The main characteristics of the approach were :
1.     Language teaching begins wit the spoken language. Material is taught orally before it is presented in witten form.
2.     The target language is the language in the classroom.
3.     New language points are introduced and practiced situationally.
4.     Vocabulary slection procedures are followed toensure that an essential general service vocabulary is covered.
5.     Items of gramma are graded following the principle that simple forms should be thaught before complex ones.
6.     Reading and writing are introduced once a sufficient lexical and grammatical basis is established.
It was then that the term Situational was used increasingly in reffering to the oral Approach. Later the terms Structural Situational Approach and Situational Language Teaching came into common usage. To avoid further confusion, we will use the term Situational Language Teaching to include structural-situational and Oral approach. How can Situational Language Teaching be characterized at the levels of approach, design, and procedure?
·        APPROACH
Theory of language
The theory of language underlying Situational Language Teaching can be characterized as type of British “structuralism”. Palmer, Hornby, and other British applied linguistic had prepared pedagogical descriptions of the basic grammatical structures of English and these were to be followed in developing methodology.  Word order, structural words, the few inflections of English, and Conten Words will form the material of our teaching” (frisby 1957: 134). The British theoreticians, however, had a different focus to the version of structrualism the notion of “situation”. “Our principal classroom activity in the teaching of English Structure will be the oral practice of structures. This oral practice of controlled sentence patterns should be given in situations designed to give the greatst amount of practice in English speech to the pupil” (Pittman 1963: 179).
Theory of learning
The theory of learning underlying Situational language teaching is a type of behaviourist habit-learning theory. It adresses primarily the processes rather than the conditions of learning. Frisby, for example, cites Palmer’s views as authoritative:
As palmer has pointed out, there are three processses in learning a language- receiving the knowledge or materials, fixing it in memory by repetition, and using it in actual practice until it becomes a personal skill.
French likewise saw language learning as habit formation:
The fundamental is correct speech habits. The pupils should be able to put the words, without hestitation and almost without thought, into sentence patterns wich are correct. Such speech habits can be cultivated by blind imitative drill.(1950, vol 3:9).
Situational Language Teaching adopts an inductive approach to the teaching grammar. The meaning of words or structures is not to be given through explanation in either the native language or target language but is to be induced from the way the form is used in a situation. “ if we give the maning of new word, either language, as soon as we introduce it, we weaken the impression which the word makes on the mind” (Billoows 1961: 28). This is how child language learning is believed to take place, and the same processes are thought occur in second and foreign language learning, according to practicioners of Situational Language Teaching.
·        DESIGN
Objectives
The objective of the Situational Language Teaching method are to teach a practical command of the four basic skills of language, goals it shares with most methods of language teaching. But the skill are approached through structure. Automatic control of basic structures and sentence patterns is fundamental to reading and writing skills, and this is achieved through speech work. “before our pupils read new structures and new vocabulary, we shall teach orally bot the new structures and new vocabulary”
The sylabus
Basic to the teaching of English in Situational Language Teaching is a structural syllabus and a word list. In situational language teaching, structures are always taught within sentences, and vovabulary is chosen according to how well it enables sentence pattern to be taught. Frisby (1957:134) gives an example of the typical structural syllabus around which situational teaching was based:
1st lesson        this is ....               book, pencil, ruler,
                         That is ....             desk
2nd lesson       these are ....        chair, picture
                          Those are ....      window
Rather, situation refers to the manner of presenting and practising sentence pattern, as we shall see later.
Types of learning and teaching activities
The situation will be controlled carefully to teach the new language material. In such way that there can be no doubt in the leraner’s mind of the meaning of what he hears. Almost all the vocabullary and structures taught in the first four five years and even later can be placed in situation in which the meaning is quite clear. (Pittman 1963: 155-156)
By Situation, Pittman means the use of concrete objects, pictures and realia, which together with action and gesture can be used to demontrate the meaning of new language. The practice techniques employed generally consist of guided repetition and substition activities, including chorus repetition, dictation, drills, and controlled oral based reading and writing task. Other oral practice techniques are sometimes used, including pair practice and group work.
Learner roles
In the initial stages of learning, the learner is required to simply listen and repeat what the teacher says and to respond to question and commands.  For example, the learner might lapse into faulty grammar or pronunciation, and learner forget something they have gotten such as incorrect vocabulary, etc. This includes learner initiating responses and asking each other questions, although teacher controlled intruduction and practice of new language is stressed throughout.
Teacher roles
The teacher function is therefold. In the presentation stage of lesson, the teacher serves the model, setting up situation in which the need for the target structure is created and then modeling the new structures for students to repeat. Organizing review is a primary task for the teacher, according to Pittman (1963), who summarizes the teacher’s responsibilities as dealing with:
a.     Timing
b.     Oral practice
c.      Revision
d.     Adjusment to special needs of individuals
e.      Testing
f.       Developing language activities
The teacher is essential to the success of the method, since the textbook is able only to describe activities for the teacher to carry out in class.
The role of instructional materials
Situational language teaching is dependent on both a textbook and visual aids. The textbook contain tightly organized lessons planned around diffrent grammatical structures. Visual aids may be produced by the teacher or may be commercially produced. In principle, the textbook should be used “only as guide to the learning process. The teacher is expected to be master of his textbook.” (Pittman 1963: 176).
·        PROCEDURE
Classroom procedures in situational Language Teaching vary according to he level of the class, but procedures at any lavel aim to move from controlled to free practice of structures and from  oral use of sentence pattern to their automatic use in speech, reading, and writing. Pittman gives an example of a typical lesson plan :
The first part of the lesson will be stress and intonation practice. The main body of the lesson should then follow. This might consist of the teaching of a structure. If so, lesson would then consist of four parts:
1.     Pronounciation
2.     Revision
3.     Presentation
4.     Oral practice
5.     Reading of material on the new structure.



CONCLUSION
Procedures associated with Situational Language Teaching in the fifties and sixties are an extension and further development of well-established techniques advocated by proponents of the earlier Oral approach in the British school of language teaching. They continue to be part of the standard set of procedures advocated in many current British methodology texts (e.g., Hubbard et al. 1983), and as we noted above, textbooks written according to the principles of situational language.
Teaching continues to be widely used in many parts of world. In the mid-sixties, however, the view of language, language learning, and language teaching underlying Situational Language Teaching was called into question. We discuss this reaction and how it led to communicative Language Teaching. But because the principle of Situational Language Teaching, with its strong emphasis on oral practice, grammar, and sentence patterns, conform to the intuitions of many practically oriented classroom teachers, it continues to be widely used in the 1980s.